Friday, July 31, 2009

alissa Q-0710460024(tugas IHT)

PENGERTIAN HAMA, PERKEMBANGAN HAMA, PENGELOLAAN HAMA, ORDO-ORDO PENTING DALAM PENGELOMPOKAN HAMA, DAN TEKHNIK-TEKHNIK PENGENDALIANNYA

Judul jurnal:

Developing an Extension Pest Management Program Using the Needs-Assessment Process

Pengarang:

Gregory Johnson, Head

William P. Kemp, Research Leader

James K. Sands

Nama:

Alissa qotrunnada (0710460024)

Dosen: Anton muhibbudin

IHT ( ilmu hama tumbuhan)

A. PENGERTIAN HAMA

Hama adalah binatang atau sekelompok binatang yang menyerang bagian-bagian tanaman budidaya yang dapat menurunkan produksi baik secara kuantitas maupun kualitas dan dilihat dari segi ekonomis merugikan. Atau dengan kata lain hama merupakan binatang yang memakan tanamn yang diusahakan manusia, mengakibatkan penutunan kualitas dan kuantitas produksi bahkan mampu menggagalkan produksi sama sekali bila binatang yang tidak giinginkan kehadirannya itu mencapai populasi tertentu. Istilah hama sendiri sebenarnya adalah istilah yang kita buat sendiri karena beriorintasi dan berdasarkan atas kepentingan manusia. Istilah hama bukan termasuk dalam masalah ekologik.

Untuk memperkecil kerugian secara ekonomis berbagai cara telah ditempuh manusia, salah satunya adalah dengan mengendalikan populasi hama. Upaya pengendalian populasi hama akan lebih efisien dan efektif apabila sebelumnya kita telah mengenal perilaku hama termasuk pengenalan tipe mulut, perilaku serangan, atau pola sebaran, serta gejala dan kerusakan yang ditimbulkan berdasarkan tipe mulut hama. Selain itu deteksi terhadap gejala serangan maupun organism penyebab kerusakan tanaman merupakan prosedur mutlak yang harus dilakukan dalam usaha pengelolaan atau pengendalian terhadap suatu organism pengganggu tanaman dalam agroekosistem. Gejala sendiri adalah perubahan pada tanaman akibat adanya serangan hama dan penyakit, sedangkan tanda adalah jejak yang ditinggalkan oleh hama atau sesuatu yang ditinggalkan oleh hama berupa sisa-sisa bagian tanaman yang diserang oleh tanaman yang menunjukkan kehadiran hama diareal persawahan. Gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu organism pengganggu tanaman (OPT) mrmiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, hal ini tergantung dari masing-masing tipe mulut yang dimilikinya. Macam-macam tipe mulut pada hama antara lain:

- Menggigit-mengunyah

Gejala dan kerusakannya adalah tanaman akan digigit dan dikunyah pada bagian luar dari tanaman atau membuat terowongan ke dalam bagian tanaman, daun tanaman akan gugur, dan terdapat lubang pada bagian tanaman yang dimakan, sedangkan pada buah nampak berlubang dan akan gugur.

- Meraut - menghisap

Gejala dan kerusakannya adalah jaringan yang terserang cenderung berwarna putih atau belang yang tampak seperti karat, hal ini disebabkan karena dengan paruh konikal yang pendek dengan tiga stilet yang bergerak masuk dan menghisap, hama jenis ini akan meraut jaringan sehinnga akan keluar cairan.

- Menusuk-menghisap

Gejala kerusakannya adalah terjadi perubahan warna dan penggulungan daun, ranting, cabang dan seluruh bagian tanaman apabila skela kerusakan besa, akan mengalami kekeringan dan kondisinya lemah

- Tipe menghisap atau sifon

Gejala kerusakannya terlihat pada bahan pangan padat menjadi lembek dan busuk akibat ludah yang dikeluarkan hama ini yang berfungsi untuk melunakkan makanan, kemudian baru dihisapnya

- Tipe sponge

Hama yang memiliki tipe mulut sponge biasanya tidak menimbulkan kerugian yang berarti, akan tetapi pada saat hama ini memasuki stadia larva dengan tipe mulut menggigit-mengunyah berpotensi besar untuk merusak tanaman.

A. ORDO-ORDO SERANGGA

a. Ordo Orthoptera ( belalang)

Sebagian anggotanya dikenal sebagai pemakan tumbuhan, namun ada beberapa di antaranya yang bertindak sebagai predator pada serangga lain.Anggota dari ordo ini umumnya memilki sayap dua pasang. Sayap depan lebih sempit daripada sayap belakang dengan vena-vena menebal atau mengeras dan disebut tegmina. Sayap belakang membranus dan melebar dengan vena-vena yang teratur. Pada waktu istirahat sayap belakang melipat di bawah sayap depan.

Alat-alat tambahan lain pada caput antara lain : dua buah (sepasang) mata facet, sepasang antene, serta tiga buah mata sederhana (occeli). Dua pasang sayap serta tiga pasang kaki terdapat pada thorax. Pada segmen (ruas) pertama abdomen terdapat suatu membran alat pendengar yang disebut tympanum. Spiralukum yang merupakan alat pernafasan luar terdapat pada tiap-tiap segmen abdomen maupun thorax. Anus dan alat genetalia luar dijumpai pada ujung abdomen (segmen terakhir abdomen).

Ada mulutnya bertipe penggigit dan penguyah yang memiliki bagian-bagian labrum, sepasang mandibula, sepasang maxilla dengan masing-masing terdapat palpus maxillarisnya, dan labium dengan palpus labialisnya.Metamorfose sederhana (paurometabola) dengan perkembangan melalui tiga stadia yaitu telur —nimfa —dewasa (imago). Bentuk nimfa dan dewasa terutama dibedakan pada bentuk dan ukuran sayap serta ukuran tubuhnya.
Beberapa jenis serangga anggota ordo Orthoptera ini adalah :

-Kecoa(Periplanetasp.)

- Belalangsembah/ mantis (Otomantis sp.)

- Belalang kayu (Valanga nigricornis Drum.)

b. Ordo Hemiptera (bangsa kepik) / kepinding

Ordo ini memiliki anggota yang sangat besar serta sebagian besar anggotanyabertindak sebagai pemakan tumbuhan (baik nimfa maupun imago). Namun beberapa di antaranya ada yang bersifat predator yang mingisap cairan tubuh serangga lain.Umumnya memiliki sayap dua pasang (beberapa spesies ada yang tidak bersayap). Sayap depan menebal pada bagian pangkal (basal) dan pada bagian ujung membranus. Bentuk sayap tersebut disebut Hemielytra. Sayap belakang membranus dan sedikit lebih pendek daripada sayap depan. Pada bagian kepala dijumpai adanya sepasang antene, mata facet dan occeli.

Tipe alat mulut pencucuk pengisap yang terdiri atas moncong (rostum) dan dilengkapi dengan alat pencucuk dan pengisap berupa stylet. Pada ordo Hemiptera, rostum tersebut muncul pada bagian anterior kepala (bagian ujung). Rostum tersebut beruas-ruas memanjang yang membungkus stylet. Pada alat mulut ini terbentuk dua saluran, yakni saluran makanan dan saluran ludah.Metamorfose bertipe sederhana (paurometabola) yang dalam perkembangannya melalui stadia : telur —nimfa —dewasa. Bentuk nimfa memiliki sayap yang belum sempurna dan ukuran tubuh lebih kecil dari dewasanya.

Beberapa contoh serangga anggota ordo Hemiptera antara lain

- Walang sangit (LeptorixaoratoriusThumb.)

- Kepik hijau (Nezara viridula L)

- Bapak pucung (Dysdercus cingulatus F)

c. Ordo Homoptera (wereng, kutu dan sebagainya)

Anggota ordo Homoptera memiliki morfologi yang mirip dengan ordo Hemiptera. Perbedaan pokok antara keduanya antara lain terletak pada morfologi sayap depan dan tempat pemunculan rostumnya. Sayap depan anggota ordo Homoptera memiliki tekstur yang homogen, bisa keras semua atau membranus semua, sedang sayap belakang bersifat membranus. Alat mulut juga bertipe pencucuk pengisap dan rostumnya muncul dari bagian posterior kepala. Alat-alat tambahan baik pada kepala maupun thorax umumnya sama dengan anggota Hemiptera.
Tipe metamorfose sederhana (paurometabola) yang perkembangannya melalui stadia :

telur —nimfa —dewasa. Baik nimfa maupun dewasa umumnya dapat bertindak sebagai hama tanaman. Serangga anggota ordo Homoptera ini meliputi kelompok wereng dan kutu-kutuan, seperti: :

- Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.)

- Kutu putih daun kelapa (Aleurodicus destructor Mask.)

- Kutu loncat lamtoro (Heteropsylla sp.).

d. Ordo Coleoptera (bangsa kumbang)

Anggota-anggotanya ada yang bertindak sebagai hama tanaman, namun ada juga yang bertindak sebagai predator (pemangsa) bagi serangga lain.Sayap terdiri dari dua pasang. Sayap depan mengeras dan menebal serta tidak memiliki vena sayap dan disebut elytra.
Apabila istirahat, elytra seolah-olah terbagi menjadi dua (terbelah tepat di tengah-tengah bagian dorsal). Sayap belakang membranus dan jika sedang istirahat melipat di bawah sayap depan.
Alat mulut bertipe penggigit-pengunyah, umumnya mandibula berkembang dengan baik. Pada beberapa jenis, khususnya dari suku Curculionidae alat mulutnya terbentuk pada moncong yang terbentuk didepan kepala. Metamorfose bertipe sempurna (holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur —larva —kepompong (pupa) —dewasa (imago). Larva umumnya memiliki kaki thoracal (tipe oligopoda), namun ada beberapa yang tidak berkaki (apoda). Kepompong tidak memerlukan pakan dari luar (istirahat) dan bertipe bebas/libera.
Beberapa contoh anggotanya adalah:

- Kumbang badak (Oryctes rhinoceros L)

- Kumbangj anur kelapa (Brontispa longissima Gestr)

- Kumbang buas (predator) (Coccinella sp.)

e. Ordo Lepidoptera (bangsa kupu/ngengat)

Dari ordo ini, hanya stadium larva (ulat) saja yang berpotensi sebagai hama, namun beberapa diantaranya ada yang predator. Serangga dewasa umumnya sebagai pemakan/pengisap madu atau nektar.Sayap terdiri dari dua pasang, membranus dan tertutup oleh sisik-sisik yang berwarna-warni. Pada kepala dijumpai adanya alat mulut seranga bertipe pengisap, sedang larvanya memiliki tipe penggigit. Pada serangga dewasa, alat mulut berupa tabung yang disebut proboscis, palpus maxillaris dan mandibula biasanya mereduksi, tetapi palpus labialis berkembang sempurna.Metamorfose bertipe sempurna (Holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur —larva — kepompong —dewasa. Larva bertipe polipoda, memiliki baik kaki thoracal maupun abdominal,sedangkan pupanya bertipe obtekta.Beberapa jenisnya antara lain:

- Penggerek batang padi kuning (Tryporiza incertulas Wlk)

- Kupu gajah (Attacus atlas L)

- Ulat grayak pada tembakau (Spodoptera litura)

f. Ordo Diptera (bangsa lalat, nyamuk)

Serangga anggota ordo Diptera meliputi serangga pemakan tumbuhan, pengisap darah, predator dan parasitoid. Serangga dewasa hanya memiliki satu pasang sayap di depan, sedang sayap belakang mereduksi menjadi alat keseimbangan berbentuk gada dan disebut halter. Pada kepalanya juga dijumpai adanya antenadan mata facet.Tipe alat mulut bervariasi, tergantung sub ordonya, tetapi umumnya memiliki tipe penjilat-pengisap, pengisap, atau pencucuk pengisap.
Pada tipe penjilat penghisap alat mulutnya terdiri dari tiga bagian yaitu: bagian pangkal yang berbentuk kerucut disebut rostum,bagian tengah yang berbentuk silindris disebut haustellum, bagian ujung yang berupa spon disebut labellum atau oraldisc.Metamorfosenya sempurna (holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur — larva — kepompong —dewasa. Larva tidak berkaki (apoda_ biasanya hidup di sampah atau sebagai pemakan daging, namun ada pula yang bertindak sebagai hama, parasitoid dan predator. Pupa bertipe coartacta.
Beberapa contoh anggotanya antara lain

- Lalat buah (Dacus spp.)

- Lalat predator pada Aphis (Asarcina aegrota F)

- Lalat rumah (Musca domestica Linn.)

- lalat parasitoid (Diatraeophaga striatalis).

g. Ordo Hymenoptera (bangsa tawon, tabuhan, semut)

Kebanyakan dari anggotanya bertindak sebagai predator/parasitoid pada serangga lain dan sebagian yang lain sebagai penyerbuk. Sayap terdiri dari dua pasang dan membranus. Sayap depan umumnya lebih besar daripada sayap belakang. Pada kepala dijumpai adanya antene (sepasang), mata facet dan occelli. Tipe alat mulut penggigit atau penggigit-pengisap yang dilengkapi flabellum sebagai alat penghisapnya.Metamorfose sempurna (Holometabola) yang melalui stadia : telur — larva — kepompong — dewasa. Anggota famili Braconidae, Chalcididae, Ichnemonidae, Trichogrammatidae dikenal sebagai tabuhan parasit penting pada hama tanaman. Beberapa contoh anggotanya antara lain adalah :

- Trichogramma sp. (parasit telur penggerek tebu / padi).

- Apanteles artonae Rohw.(tabuhan parasit ulat Artona).

- Tetratichus brontispae Ferr. (parasit kumbang Brontispa).

h. Ordo Odonata (bangsa capung / kinjeng)

Memiliki anggota yang cukup besar dan mudah dikenal. Sayap dua pasang dan bersifat membranus. Pada capung besar dijumpai vena-vena yang jelas dan pada kepala dijumpai adanya mata facet yang besar.Metamorfose tidak sempurna (Hemimetabola), pada stadium larva dijumpai adanya alat tambahan berupa insang dan hidup di dalam air.Anggota-anggotanya dikenal sebagai predator pada beberapa jenis serangga kecil yang termasuk hama, seperti beberapa jenis trips, wereng, kutu loncat serta ngengat penggerek batang padi.

Selain sebagai hama dari spesies dari ordo-ordo diatas juga ada yang berperan sebagai musuh alami yang dapat digunakan dalam pengendalian populasi hama secara hayati dengan pemanfaatan musuh alami untuk menekan pertumabuhan populasi hama utama. Contohnya adalah menosillus. Sp, stagmomantis carolina

B. PERKEMBANGAN POPULASI HAMA

Populasi setiap hama atau organisme pada suatu ekosistem tidak pernah sama dari waktu-kewaktu lainnya, tetapi mengalami dinamika, naik-turun yang berkisar seitar suatu garis asimtot yang dinamakan kedudukan keseimbangan populasi.

Tahap I: yaitu periode peningkatan populasi yang tumbuh secra sigmoid, yang terdiri dari tiga yaitu

- Tahap pembentukan populasi

- Pertumbuhan cepat secara expoonensial

- Dan tahap terkhirr adalah tahap menuju keseimbangan

Tahap II: merupakan pencapaian aras atau letak keseimbangan yang merupakan garis asimtot Dri kurva sigmoid. Pada tahap ini populasi telah mencapai stabilitas numerik

Tahap III: merupakan tahap oskilasi dan fluktuasi populasi. Oskilasi populasi adalah penyimpangan populasi sekitar aras keseimbangan secara simetris, sedangkan fluktuasi populasi merupakan penyimpangan populasi yang tidak simetris.

Tahap IV: tahap ke empat merupakn tahap yang disebabkan Karena sebab- sebab tertentu dan menjad tidak berfungsi lagi. Tahap ke empat merupakan periode penurunan populasi atau periode pertumbuhan nagatif.

Tahap V: tahap kelima merupakan tahap kepunahan populasi. Kelima tahapan tersebut sangat jelas dapat dijumpai pada tanaman semusim. Pada tahap pertama terjadi masa tanam sampai masa pertumbuhan vegetative muda. Tingkat II dan tingkat III terjadi pada periode tumbuh tanaman vegetative tua dan generative. Sedangkat tingkat IV populasi hama mengalami kepunahan terjadi pada saat tanaman di panen.

C. PENGENDALIAN ATAU PENELOLAAN POPULASI HAMA DALAM BUDIDAYA TANAMAN

1. PHT

Untuk meminimalisir kerugian secara ekonomis dalam usaha budidaya tanamanyang disebabkan karena adanya kehadiran OPT diperlukan suatu tindakan pengendalian untuk mengendalikan laju populasi hama dengan keseimbangan agroekosistemnya. Konsep yang paling tepat dalam upaya pengelolaan populasi hama adalah dengan berpedoman dengan prinsip-prinsip PHT ( pengendalian hama terpadu). Hal ini di sebabkan oleh beberapa alas an antara lain:

- PHT mampu Mengurangi penggunaan sumber daya dan produk yang mahal, karena lahan akan“merawat” dirinya sendiri secara terus-menerus, serta sumber daya yang dibutuhkan lebih banyak berasal dari sumber daya lokal

- Memperbaiki kualitas tanah, tumbuhan dan lingkungan

- Meningkatkan produksi dari tanah secara keseluruhan

- Meningkatkan keanekaragaman dan daya tahan terhadap hama, penyakit dan cuaca extrim

- Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat sekitarnya

Solusi pengendalian hama jangka panjang dibutuhkan untuk mengembalikan keseimbangan alam di lahan pertanian, perkebunan dan lingkungan alami. Ini tentu saja memerlukan waktu bertahun-tahun, sehingga PHT juga meliputi solusi pengendalian hama jangka pendek, termasuk penggunaan pestisida alami.

Tiga prinsip dasar yang dijadikan pedoman dalam kegiatan pengendalian laju populsi hama adalah ambang ekonomi, luka ekonomi dan kerusakan ekonomi. Ambang ekonomi sendiri merupaka batasan atau tingkatan yang ditetapakan yang harus tercapai oleh suatu populasi hama sebelum tindakan pengendalian hama dapat dimulai. Luka ekonomi merupakan tingkat kepadatan populasi terendah yang dapat menyebabkan kerusakan ekonomi. Sedangkan kerusakan ekonomi adalah tingkatan kerusakan yang disebabkan karena kepatan populasi hama yang berlebihan yang membenarkan adanya pengeluaran biaya extra pengendalain hama. Cara untuk mengetahui ambang ekonomi sendiri dapt dilakukan dengan 4 cara antara lain:

- Secara empirik artinya adalah pengalaman dari petani denagn kondisi nyata dilahan, dapat dijadikan salah satu pedoman untuk menentukan ambang ekonomi suatu hama pada waktu dan lokasi tertentu

- Dengan menggunakan hasil penelitian pakar

- Dengan menggunkan adopsi dari referensi luar negri

- Perubahan toleransi manusia

Ketiga prinsip tersebut penting dijadikan pedoman untuk pengambilan suatu keputusan dalam menjadwalkan pengendalian dan metoda pengendalian yang akan digunakan. Selain itu dapat juga digunakan untuk menetapakn jumlah optimal yang dapt digunakan untuk memperkecil resiko kerusakan ekonomi dan resiko lingkungan.

Pengendalian secara PHT lebih menekankan pada penjagaan dan pemantapan keseimbangan ekosistem yang dapat mempertahankan populasi hama selama satu musim tanam tetap berada dibawah ambang ekonomi sehingga tidak memerlukan tindakan aplikasi pestisida

Pengendalian Hama Terpadu dapat diterapkan di kebun rumah skala kecil, kebun untuk pasar, hingga lahan pertanian skala besar seperti padi, tanaman buah-buahan dan juga untuk keseluruhan sistem. Untuk menjadi sehat dan kuat, tanaman membutuhkan kondisi yang baik untuk tumbuh yang meliputi: Tanah yang subur, Air yang cukup Sinar matahari yang cukup Jenis tanaman yang satu dengan yang lainnya membutuhkan kondisi yang berbedabeda. Beberapa jenis tanaman menyukai tanah yang sangat kering, beberapa menyukai tanah yang lembab, beberapa menyukai tempat yang teduh, beberapa menyukai sinar matahari yang berlebihan dll. Ada berbagai macam ‘musim mikro’ dalam setiap lahan, jika tanaman cocok dengan kondisi yang dibutuhkan, mereka akan tumbuh dengan baik dan memiliki daya tahan yang kuat terhadap penyakit.

PHT memiliki banyak aspek, yang bermanfaat untuk mencegah permasalahan hama

secara alami antara lain:

- Tanah yang sehat dan kandungan unsure haranya tercukupi maka akan Memperkuat daya tahan tanaman

- Predator hama alami dapat Mengontrol tingkat populasi hamahama

- Lingkungan yang sehat dapat Menjaga keseimbangan dan mendorong pertumbuhan predator yang berperan dalam mengkontrol populasi hama

- Penyerbukan terbuka, benih non-hibrida akan Memperkuat daya tahan terhadap hama

- Pengelolaan tanaman yang baik, meliputi:

· Rotasi tanaman dengan Mengisi unsur hara dalam tanah

· Pola-pola alami untuk berbagai macam bentuk kebun yang dapat Mencegah serangan hama

· Tanaman campuran, bukan monokultur berpotensi untuk Mengurangi jumlah perkembangan hama

· Tanaman penghambat hama berfungsi untuk Memperlambat serangan berbagai macam hama

· Penanaman berpasangan , Tanaman akan saling membantu satu sama lain

· Membuat & menggunakan umpan serta perangkap yang dapat Menjaga rendahnya jumlah hama

· Menggunakan binatang untuk mengontrol hama , Metode yang efektif dan efisien untuk mengontrol hama

· Membuat & menggunakan pestisida alami mampu Mendukung lingkungan yang lebih sehat

· Kontrol biologis yaitu Mekanisme pengontrolan hama alami dalam skala yang lebih luas

Kerusakan tanaman oleh hama dapat mencapai lebih dari 50%, tetapi belum pernah ada dalam sejarah bahwa suatu spesies tanaman musnah dari alam, sematamata disebabkan oleh hama. Hal ini menggambarkan bahwa secara alamiah tanaman mempunyai sistem perlindungan terhadap hama sehingga menjadi tahan. Suatu varietas disebut tahan apabila :

o memiliki sifat-sifat yang memungkinkan tanaman itu menghindar, atau pulih kembali dari serangan hama pada keadaan yang akan mengakibatkan kerusakan pada varietas lain yang tidak tahan,

o memiliki sifat-sifat genetik yang dapat mengurangi tingkat kerusakan yang disebabkan oleh serangan hama,

o memiliki sekumpulan sifat yang dapat diwariskan, yang dapat mengurangi kemungkinan hama untuk menggunakan tanaman tersebut sebagai inang,

o mampu menghasilkan produk yang lebih banyak dan lebih baik dibandingkan dengan varietas lain pada tingkat populasi hama yang sama

Cara pengendalian hama yang seefektif mungkin telah dirumuskan dalam “Teknik Pengendalian Hama Terpadu” yang salah satu komponennya adalah penggunaan varietas toleran atau resisten terhadap hama. Keuntungan menggunakan varietas resisten dalam pengendalian hama/penyakit antara lain:

· mengendalikan populasi hama/penyakit tetap di bawah ambang kerusakan dalam jangka panjang

· tidak berdampak negative,

· tidak membutuhkan alat dan teknik aplikasi tertentu, dan (4) tidak membutuhkan biaya

tambahan.

Tetapi hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan varietas tahan terhadap hama yang telah dirancang melalui susunan genotipny memiliki dampak buruk juga terutama pada Penggunaan varietas dengan ketahanan vertikal akan menyebabkan tekanan seleksi yang kuat terhadap hama sehingga dapat menimbulkan munculnya biotipe hama baru dengan daya serang yang lebih kuat lagi Contoh: kasus ini adalah pada penggunaan varietas padi resisten yang telah menekan kerugian akibat hama wereng coklat dan penyakit virus yang ditularkannya. Tetapi keberhasilan tersebut telah dibatasi oleh timbulnya biotipe baru yang dapat hidup, berkembang, dan selanjutnya menghancurkan varietas yang semula tahan terhadap wereng ini (Bahagiawati dan Samudra, 1998). Oleh karena itu pemulia tanaman mendapat tantangan untuk menghasilkan varietas dengan ketahanan horizontal atau multiple resisten atau juga varietas multilini. Multilini adalah campuran beberapa galur komponennya, masing-masing dengan fenotipe yang sama tetapi dengan gen yang berbeda untuk ketahanan terhadap hama khusus. Pengembangan varietas multilini menyangkut suatu program pemuliaan yang luas untuk mengidentifikasi gen-gen ketahanan dan menyilang-balik galur-galur isogenik.

Selain itu Penerapan metode konvensional dalam perakitan gen-gen ketahanan ke dalam genotype tertentu membutuhkan waktu yang lama, apalagi bila gen-gen yang diminati bersifat resisif dan heritabilitasnya rendah. Selain itu, skrining ketahanan masih melibatkan inokulasi buatan yang bukan saja membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya besar, juga hanya dapat dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman. Sementara itu, secara teoritis diketahui bahwa tanaman dapat membangun mekanisme ketahanannya melalui beberapa cara yang dapat dipelajari dari symptoms yang diekspresikannya. Dengan mempelajari mekanisme dan pola pewarisan ketahanan tanaman tersebut, sesungguhnya pemulia tidak perlu menyediakan dan melakukan inokulasi buatan. Pemulia dapat merakit gen-gen ketahanan dengan melakukan evaluasi terhadap ekspresi gen melalui symptom yang ditunjukannya.

2. PENGGUNAAN Green House

Masuknya hama dan penyakit ke dalam green house mungkin tidak dapat dicegah 100 persen, namun jika dapat dideteksi lebih awal maka tidak sampai diperlukan aplikasi pestisida secara drastis bila terjadi serangan yang sangat parah. Pada dasarnya serangga akan mencari tempat persembunyian yang terlindung. Oleh karena itu pemantauan/pengamatan perlu dilakukan secara cermat dan teliti.Pengamatan tanaman tidak hanya melihat bagian atas daun tetapi juga bagian bawah daun. Waktu pengamatan harus rutin misalnya 2 – 3 kali seminggu dan gejala yang timbul dicatat.

Dari catatan tersebut dapat diketahui tipe hama dan penyakit yang ada, populasi, dan tahap perkembangan hama sehingga dapat menentukan pengendalian yang harus diambil. Penggunaan pestisida dapat dilakukan berdasarkan;

A. Pestisida biologi, sesuaikan dengan jenis hama yang menyerang

B. Pestisida yang selektif apabila atau penyakit yang menyerang jenis tanaman tertentu.

C. .Formulasi pestisida yang sesuai : misalnya untuk hama yang masuk ke dalam bunga kurang cocok bila digunakan penyemprotan, namun lebih efektif bila berbentuk kabut sehingga lebih mudah masuk ke dalam bunga.

D. Pestisida sistemik atau kontak disesuaikan dengan tahap perkembangan hama. Pada fase dewasa, kutu putih mungkin sulit dikendalikan dngean pestisida kontak karena memiliki lapisan luar yang dapat melindungi dari semprotan langsung. Pestisida sistemik akan lebih efektif karena larva yang baru menetas dan makan daun akan mati karena bahan aktif yang ada dalam tanaman akan meracuni hama tersebut

3. Menggunakan Serangga Pemangsa dan parasitoid sebagai Pengendalian Hama

Secara umum, pemangsa didefinisikan sebagai makhluk hidup yang memakan makhluk hidup lainnya. Pemangsaan merupakan suatu cara hidup yang sumber makanannya diperoleh dengan menangkap, membunuh, dan memakan hewan lain. Pemangsa dari kelompok arthropoda terdiri atas sejumlah besar jenis serangga, ditambah dengan laba-laba dan tungau pemangsa. Di dunia ini diperkirakan ada sekitar 200.000 jenis pemangsa arthropoda, termasuk berbagai jenis laba-laba dan tungau pemangsa. Serangga pemangsa terdiri atas lebih dari 16 bangsa dan kurang lebih 2000 suku.

Ciri-ciri serangga pemangsa antara lain:

a. mengkonsumsi banyak individu mangsa selama hidupnya,

b. umumnya berukuran sebesar atau relatif lebih besar daripada mangsanya,

c. menjadi pemangsa ketika sebagai larva/nimfa, dewasa (jantan dan betina), atau keduanya,

d. pemangsa menyerang mangsa dari semua tahap perkembangan,

e. biasanya hidup bebas dan selalu bergerak,

f. mangsa biasanya dimakan langsung,

g. biasanya bersifat generalis,

h. seringkali memiliki cara khusus untuk menangkap dan menaklukkan mangsanya.

Beberapa bangsa serangga yang penting sebagai pemangsa dalam pengendalian alami dan hayati, antara lain adalah Coleoptera, Hemiptera, Neuroptera, dan Diptera. Kelompok pemangsa penting yang bukan serangga adalah laba-laba dan tungau pemangsa.

Istilah-istilah yang sering dipakai untuk menggambarkan kisaran mangsa adalah monofagus (pemakan satu jenis mangsa), oligofagus atau stenofagus (pemakan beberapa jenis mangsa yang masih berkerabat), dan polifagus (pemakan banyak jenis mangsa dari kelompok yang berbeda). Pemangsa monofagus dan oligofagus disebut juga spesialis, sedangkan pemangsa polifagus disebut generalis.

Di alam, lebih banyak ditemukan pemangsa polifagus atau oligofagus daripada pemangsa monofagus. Kisaran hama yang sempit pada pemangsa oligofagus sering kali didasarkan pada keterkaitan taksonomi mangsa. Pengetahuan mengenai filogeni pemangsa dan mangsa sangatlah penting untuk memahami kekhususan mangsa dan preferensi mangsa.

Tipe mangsa yang dimakan oleh pemangsa merupakan interaksi dari berberapa faktor (fisiologi, perilaku, dan ekologi), yaitu:

a. ketersediaan/kelimpahan relatif dari tipe mangsa yang khusus,

b. perilaku pemangsa dalam mencari makan,

c. kesesuaian nutrisi mangsa, dan

d. risiko pemangsaan yang berasosiasi dengan upaya dalam memperoleh mangsa.Kecuali keempat faktor di atas, perilaku oviposisi betina berperan penting dalam menentukan mangsa yang tersedia untuk larvanya.

Parasitoid disebut internal atau endoparasitoid jika perkembangannya di dalam rongga tubuh inang dan eksternal atau ektoparasitoid apabila perkembangannya di luar tubuh inang. Parasitoid yang membunuh atau yang melumpuhkan inang setelah meletakkan telur disebut idiobiont. Parasitoid yang tidak membunuh atau tidak melumpuhkan secara permanen setelah melakukan oviposisi disebut koinobiont. Parasitoud yang menghasilkan hanya satu keturunan dari satu inang disebut soliter dan disebut gregarius kalau jumlah keturunan yang muncul lebih dari satu individu (tetapi berasal dari satu induk) per inang.

Sebagian besar parasitoid ditemukan di dalam dua kelompok utama bangsa serangga, yaitu Hymenoptera (lebah, tawon, semut, dan lalat gergaji) dan bangsa Diptera (lalat beserta kerabatnya). Meskipun tidak banyak, parasitoid juga ditemukan pada bangsa Coleoptera, Lepidoptera, dan Neuroptera. Sebagian besar serangga parasitoid yang bermanfaat adalah dari jenis-jenis tawon atau lalat. Dari bangsa Diptera hanya suku Tachinidae yang paling penting di dalam pengendalian alami dan hayati hama pertanian dan kehutanan. Kelompok terbesar parasitoid, yaitu bangsa Hymenoptera merupakan kelompok yang sangat penting. Dua suku utama dari supersuku Ichneumonoidea, yaitu Braconidae dan Ichneumonidae, sangat penting dalam pengendalian alami dan hayati. Dari supersuku Chalcidoidea yang dianggap sebagai kelompok parasitoid paling penting dalam pengendalian alami dan hayati adalah Mymaridae, Trichogrammatidae, Eulophidae, Pteromalidae, Encyrtidae, dan Aphelinidae.

Parasitoid dianggap lebih baik daripada pemangsa sebagai agen pengendali hayati. Analisis terhadap introduksi musuh alami ke Amerika serikat menunjukkan bahwa keberhasilan penggunaan parasitoid dalam pengendalian hayati mencapai dua kali lebih besar daripada pemangsa.

Dalam proses pemilihan inang, semua parasitoid melalui suatu rangkaian proses yang terdiri atas:

(1) pemilihan habitat inang,

(2) penentuan lokasi inang,

(3) pe-nerimaan inang,

(4) kesesuaian inang. Keberhasilan parasitisme sangat tergan-tung pada keempat proses tersebut.

Dalam proses pemilihan inang, parasitoid berhadapan dengan berbagai pertanda yang sangat beragam sesuai dengan jaraknya dari inang. Pada jarak jauh, pertanda kimia (dari lingkungan inang) hanya memberikan informasi mengenai keberadaan habitat. Ketika parasitoid semakin mendekati inang, senyawa semiokimia yang berasal dari inang, aktivitas inang, dan organisme lain yang berasosiasi dengan inang akan menjadi petunjuk mengenai lokasi dan keberadaan inang. Pertanda visual, seperti warna, bentuk, dan pola-pola yang berasosiasi dengan inang, digunakan untuk meningkatkan efisiensi pencarian parasitoid.

Penentuan lokasi inang terjadi setelah parasitoid berada di habitat yang tepat. Beragam pertanda akan membantu membawa parasitoid dari habitat inang (habitat) ke lokasi spesifik inang. Pertanda-pertandanya lebih spesifik, sangat dikenali, dan berjarak lebih dekat daripada pertanda habitat. Pertanda mungkin berasal dari inang, produk buangan inang, tanaman yang dimakan inang, atau dari organisme lain yang berasosiasi dengan inang. Pertanda lokasi inang dapat berupa bau, visual, sentuhan, atau suara.

Setelah inang ditemukan dan dapat diterima, maka inang tersebut haruslah sesuai secara fisiologi dan nutrisi demi keberhasilan perkembangan keturunan parasitoid. Ukuran dan umur inang akan mempengaruhi kesesuaiannya. Kisaran inang parasitoid adalah semua jenis inang yang diserang sehingga parasitoid berhasil memperoleh keturunannya. Untuk parasitoid yang menyerang banyak inang digunakan istilah generalis (polifagus), sedangkan yang menyerang sedikit atau satu inang disebut dengan spesialis (oligofagus atau monofagus). Kisaran inang potensial adalah semua jenis yang dapat diserang sehingga parasitoid dapat berkembang di dalamnya, sedangkan kisaran inang aktual adalah jenis-jenis yang biasa digunakan parasitoid sebagai inang. Kemungkinan penyebab perbedaan antara inang potensial dan aktual terletak pada urutan proses yang harus dilalui parasitoid untuk menggunakan sejenis inang.

Keseluruhan proses pemilihan inang akan menentukan kisaran inang. Rangkaian proses tersebut akan menjelaskan ketidaksesuaian antara kisaran hama potensial dan aktual karena setiap tahap urutan akan mengurangi jumlah jenis inang yang akan ditemukan dan diserang parasitoid.

Untuk mempertahankan diri, inang mungkin menangkal parasitoid secara eksternal sebelum terjadi oviposisi, atau secara internal setelah oviposisi terjadi. Reaksi pertahanan eksternal dapat dilakukan dengan menggerak-gerakkan tubuh, atau inang pindah ke bagian lain yang lebih aman. Reaksi pertahanan internal terdiri atas reaksi seluler (enkapsulasi dan melanisasi) dan reaksi humoral. Secara umum, inang yang berbeda menggunakan mekanisme pertahanan yang berbeda untuk menghadapi parasitoid yang sama, tetapi parasitoid yang berbeda akan menyebabkan reaksi pertahanan yang sama dari inang yang sama